Agus Tjandra Peraih Asias Most Admired Technopreneur Award
Di bisnis e-commerce, nama Agus Tjandra sudah tidak asing lagi. Dikenal sebagai pendiri sekaligus CEO situs belanja online Lojai.com, Agus juga tercatat aktif di idEA (Indonesia E-commerce Association). Di komunitas idEA tersebut, Agus dipercaya menempati posisi Wakil Ketua Umum. Mewakili idEA, ia banyak terlibat dalam sosialisasi tren belanja online di Tanah Air dan memberi masukan ke pemerintah.
Aktif di komunitas, tentu saja tidak membuat Agus melupakan bisnis yang sudah dirintisnya. Dalam mengembangkan bisnis Lojai.com, ia mampu menghadirkan inovasi baru. Antara lain, dengan mencetuskan ide belanja online dengan cicilan dan pilihan kartu kredit terbanyak. Buntutnya, Lojai.com terpilih sebagai satu dari 20 perusahaan yang mendapatkan penghargaan Rekor Bisnis 2014 di Indonesia.
Kini, Lojai juga telah memberikan solusi untuk belanja dengan konsep “One Stop Shopping”, dengan menghadirkan produk Groceries unggulan dari P&G—seperti popok bayi Pampers, sampo Pantene, Gillete, pantyliner Whisper, hingga produk pewangi AmbiPur. Online department store dengan slogan ‘Solusi Belanja Ringan’ itu juga menyediakan produk suplemen kesehatan hingga parfum dengan harga terjangkau.
Catatan prestasi lainnya yang diraih Agus adalah terpilihnya ia menjadi “Top 10 of Asia 2014: Asia’s Most Admired Technopreneur Award”, sebuah ajang penghargaan bergengsi di Malaysia yang diselenggarakan oleh majalah Top 10 of Asia.
Perhelatan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari sejumlah negara Asia, seperti Jepang, Korea, Taiwan, Malaysia, Singapura, Filipina, Hongkong, Thailand, Arab Saudi, Tiongkok, India, dan Qatar.
“Saya terkejut sekaligus merasa senang bisa terpilih mewakili Indonesia dalam ajang bergengsi ini. Saya terpilih melalui penilaian diam-diam (hidden investigation) yang dilakukan panitia, melewati ujian dan juga presentasi yang cukup ketat,” cerita Agus.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, Agus juga terlihat aktif menjadi pembicara bertema perkembangan e-commerce di sejumlah negara, seperti Malaysia dan Singapura, serta tentu di dalam negeri. Ayah empat anak itu, terakhir menjadi pembicara e-commerce di Kuala Lumpur.
Source : http://mix.co.id/people-of-the-week/people/agus-tjandra-peraih-asias-admired-technopreneur-award
Read MoreThe 8th Indonesia MICE Indonesia Outlook 2016 ~ Indonesia Go Digital & eCommerce
TANGERANG, KOMPAS.com – Forum para pelaku meeting, incentive, convention dan exhibition (MICE) kembali digelar. Indonesia MICE Outlook atau IMO ke-8 diselenggarakan di Indonesia Convention Center, Tangerang, Banten pada 1-2 Desember 2015. Tema kali ini “Semakin Banyak Event, Semakin Memakmurkan”. “Potensi MICE Indonesia luar biasa tapi belum tergarap. Di acara tahunan ini kita berkumpul untuk membahas industri MICE di Indonesia,” kata Pemimpin Utama Majalah Venue, Hendra Noor Saleh dalam sambutan acara pembukaan 8th Indonesia MICE Outlook 2016 di Indonesia Convention Exhibition, Tangerang, Selasa (1/12/2015). Beberapa tema yang akan dibahas pada forum ini di antaranya tentang proyeksi ekonomi Indonesia dan pengaruh terhadap industri pariwisata dan MICE, tren MICE pada 2016 di dunia internasional, potensi investasi destinasi wisata bahari di Indonesia, pemasaran destinasi wisata, dan masa depan industri MICE. Ada pun hal menarik yang akan dibahas pada 8th Indonesia MICE Outlook 2016 adalah sesi Road to INCEB (Indonesia Convention & Center Exhibition Bureau). Para pembicara yang ikut hadir dalam acara ini seperti praktisi pariwisata, pihak Kementerian Pariwisata, dan juga asosiasi pelaku pariwisata. Kegiatan IMO yang merupakan hasil kerja sama Majalah Venue, Kementerian Pariwisata, dan asosiasi ini juga digelar bersamaan dengan Indonesia Professional Organizer Summit (IPOS), yaitu ajang bisnis yang mempertemukan sellers dan buyers. Para sellers ini terdiri dari industri perhotelan, venue owner, destinasi, dan supplier event. Sedangkan buyers berasal dari kalangan profesional conference/exhibition organizer dan perusahaan biro perjalanan. Sama seperti pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya, pada akhir acara IMO, Majalah Venue menggelar malam penganugerahan Indonesia MICE Award. Ajang apresiasi terhadap insan MICE ini terdiri dari dua kategori: The Best MICE Award dan The Most Popular MICE Award. Terdapat 16 kategori penghargaan yang akan diberikan pada acara tahunan yang diselenggarakan oleh Majalah Venue ini.
Read MoreMobile Money and Digital Payments Asia
Mobile Money and Digital Payments Asia returned for its sixth year in January, offering an opportunity for the industry’s key stakeholders to meet and share insight, opinions and strategy at the Ritz-Carlton Jakarta.
On the first day of the event, the e-MITRA team attended The Digital Money Leaders’ Summit. The Summit is a gathering of specially selected senior executives from across the financial services and inclusion ecosystem.
The open dialog inspired by the senior payment industry stakeholders raised some interesting projections and questions. Sunil Sachdev of Fiserv shared some of his views:
“Bill payment in Indonesia is pretty robust; you can go to different agents in different cities to pay bills. It’s similar in Mexico – people still queue to pay their bills. Changing this consumer behavior is going to take some time,” he said. “Also, rural remittance is an issue which needs to be solved by digitalization. It covers 33 percent of all flows in Central America, South America, and Cambodia.”
After the Summit session, we attended a panel discussion featuring Aung Aung of Myanmar Citizens Bank, Ellison Pidik of Bank of Papua New Guinea, and Pungky Wibowo of Bank Indonesia. Sunil Sachdev of Fiserv served as moderator.
According to Pungky, there are several main challenges to implementing digital banking in Indonesia, including financial literacy, mobile phone penetration, and regulation itself.
“The rate of financial literacy is quite low in Indonesia. How can we provide a comprehensive financial inclusion strategy for a country as big as this? Our country being an archipelago becomes another challenge we need to conquer,” he remarked.
Ellison, Assistant Governor for Financial System Stability of the Bank of Papua New Guinea, then explained that most of the population in Papua New Guinea is unbanked. He said that they allow not only bank-led mobile money, but also products from telecommunication companies.
“We just want to open the market and see which areas can work well. We have provided what we believe as framework,” he added.
Meanwhile, Aung stressed that physical banking services don’t make sense in a country like Myanmar. The reason banks get into mobile money, he said, is because they realize that physical banking services are very expensive.
“The challenges we’re facing are enormous. On the consumer side, we have less than 5% of banked population. We need infrastructure and when only 20% of the population is using mobile, we have a long way to go compared to other developing countries,” Aung said.
The next generation of microfinance products
On the second day, we participated in an interesting panel discussion moderated by Brian Dusza of USAID about the next generation of microfinance products.
Competition between banks and microfinance institutions was one of the main topics.
“For microfinance institutions, I think the best thing at the moment is working with telecommunication companies. I think they can work with banks in the future, but both parties need to see this not as a competition,” stressed panelistEky Amrullah of e-MITRA.
Second panelist Andi Taufan Garuda Putra of Amartha Microfinance added that banks and microfinance institutions can complement each other in some ways. Andi also shared his experience in providing training for low-income communities.
“In Amartha, before we lend money, we educate [recipients] about the importance of savings and how to manage multiple loans from different microfinance institutions. And then, we provide training continuously, every week. I think finance institutions must educate their clients before they provide loans,” Andi said.
The discussion closed around the topic of how agent banking in Indonesia will look in the next five to ten years. Eky emphasized that in the future there will be a lot of agents that telecommunications companies can work with.
“The challenge would be whether they can work with licensed institutions or not. Because in terms of branchless banking regulations, only banks can work with agents. Therefore, we can see that the challenge comes from the regulation side,” he said.
How digital money shapes payment culture
On the third and final day of Mobile Money and Digital Payments Asia 2015, Vijay Raghunathan of Panamax talked about cryptocurrency. He underlined that mobile money is introducing a lot of new business models requiring people to do more experiments, and that emerging economies are in fact going towards the digital world, though not at the rate we want them to.
Agus Tjandra of lojai.com, Arnab Ghosh of Vietnam International bank, Makoto Shibata of The Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ, and Geert Warlop of True Group, Thailand, also sat as panelists to discuss how digital money is shaping payment culture. One of the topics in this panel is about what would be the best model in each of the panelists’ countries. The panel came to a conclusion that traditional financial institutions may find it hard to compete with new players who have new business models, and the competition will continue in the future.
Read MoreTempo : CEO Lojai Agus Tjandra Raih Top 10 of Asia 2014
Jakarta – Chief Executive Officer (CEO) dan Founder of Installment Online dari Lojai.com Agus Tjandra terpilih menjadi “Top 10 of Asia 2014: Asia’s Most Admired Technopreneur Award”, sebuah ajang penghargaan bergengsi di Malaysia yang diselenggarakan oleh majalah Top 10 of Asia.
Perhelatan ini dihadiri perwakilan dari sejumlah negara Asia seperti Jepang, Korea, Taiwan, Malaysia, Singapura, Filipina, Hongkong, Thailand, Arab Saudi, Tiongkok, India & Qatar.
Penghargaan yang diberikan di The Palace of The Golden Horses in Kuala Lumpur, Malaysia, pada 21 November 2014 ini diklaim prestisius karena dari setiap negara hanya dipilih satu hingga dua orang sebagai Top 10 Asia Corporate Ball.
Acara ini dihadiri oleh pejabat kerajaan Malaysia, sejumlah menteri dan penyanyi terkemuka Siti Nurhaliza.(Baca : Tiga Tokoh Indonesia Raih Kenton Miller Award)
Tahun ini, Agus Tjandra terpilih menjadi Top 10 of Asia 2014, yakni sebagai “Asia’s Most Admired Technopreneur Award 2014” berkat kiprahnya dalam memajukan industri ecommerce di Indonesia.
“Saya terkejut sekaligus senang bisa terpilih mewakili Indonesia dalam ajang bergengsi ini. Saya terpilih melalui penilaian diam-diam (hidden investigation) yang dilakukan panitia, melewati ujian dan juga presentasi yang cukup ketat,” ujar Agus menanggapi penghargaan yang diberikan kepadanya pada 24 November 2014.
Agus yang menjabat sebagai Wail Ketua Umum idEA (Indonesia Ecommerce Association/Asosiasi eCommerce Indonesia) ini mengatakan, salah satu kriteria dirinya terpilih menjadi Top 10 of Asia 2014 adalah dedikasi tak kenal lelah dalam mengembangkan bisnis ecommerce di Indonesia dan melahirkan kreativitas memudahkan konsumen berbelanja online. Misalnya dengan ide Cicilan Online yang juga mendapatkan penghargaan MURI pada Oktober 2012.
“Cicilan Online yang saya kembangkan di Lojai, bahkan dianggap sangat menarik dan inovatif, sehingga menjadi bahan kajian dan kemungkinan akan dipertimbangkan untuk diaplikasikan di Malaysia,” urai Agus.
Dalam beberapa tahun terakhir, Agus Tjandra juga aktif menjadi pembicara mengenai perkembangan e-commerce di sejumlah negara seperti Malaysia dan Singapura, serta tentu di dalam negeri.
Ayah empat anak ini terakhir menjadi pembicara e-commerce di Kuala Lumpur. Ia juga banyak mewakili idEA dalam sosialisasi tren belanja online di Tanah Air dan memberi masukan ke pemerintah.(Baca : Peter Carey Penulis Diponegoro Raih Penghargaan)
Agus menambahkan, penghargaan ini akan menjadi pelecut semangat untuk berbuat lebih baik lagi. “Saya berkomitmen akan terus menyebarluaskan belanja online sebagai sebuah gaya hidup.”
Top 10 of Asia adalah majalah bahasa Inggris yang dimiliki dan diterbitkan RHA Media Sdn Bhd. Kepanjangan ‘RHA’ adalah ‘Research House of Asia”.
Majalah ini berisi kisah bisnis yang sukses, berikut orang yang terlibat di dalamnya, serta menginspirasi gaya hidup di seluruh lini kehidupan Asia.
Source : https://gaya.tempo.co/read/624155/ceo-lojai-agus-tjandra-raih-top-10-of-asia-2014
Read MoreBloomberg BusinessWeek, 1st Indonesia eCommerce Icon & Technopreneur
Siapa yang tidak mengenal Amazon.com? Toko online yang menjual buku-buku, film, game, CD, DVD, perangkat lunak dan perangkat keras komputer, serta produk-produk terkait gaya hidup itu begitu dikenal di Amerika Serikat. Bahkan, boleh dibilang Amazon merupakan toko ranah maya yang terbesar sekaligus kiblate-commerce global saat ini. Siapa pun yang membicarakan e-commerce, sulit rasanya mengesampingkan kebesaran Amazon.
Beberapa tahun lalu, perusahaan yang berbasis di Seattle, Washington, itu berhasil membukukan laba usaha senilai $862 juta dari pendapatan sebesar $48,07 miliar. Sampai kuartal pertama 2012, jumlah karyawannya telah mencapai 65.600 orang. Padahal, toko yang melayani permintaan dari berbagai penjuru dunia itu baru berumur 18 tahun. Dan, ketika mendirikannya pun Jeff Bezos masih tercatat sebagai karyawan di perusahaan investasi serta pengembangan teknologi DE Shaw & Co.
Sementara itu, di belahan wilayah yang lain, publik China begitu mendambakan Jack Ma. Ma semula adalah guru bahasa Inggris di Hangzhou Teachers College, Kota Hangzhou, Provinsi Zhejiang. Pada 1999, Ma mengembangkan Alibaba.com, e-commerce berkonsepmarketplace yang diperuntukkan bagi perusahaan-perusahaan di mana pun berada yang ingin menjual atau membeli sebuah produk.
Dari situlah Ma dikenal dan dikenang. Sebab, Alibaba.com kini berhasil menarik sekitar 79 juta pengguna dari 240 negara. Situs yang kemudian berkembang menjadi Alibaba Group tersebut telah memiliki beberapa anak perusahaan, antara lain Taobao Marketplace, Tmall.com, eTao, dan Alibaba Cloud Computing. Apabila dijual saat ini, kelompok bisnis itu diramalkan bernilai $35 miliar atau setara dengan Rp300 triliun. Itulah yang membuat Ma dinobatkan sebagai Pemimpin Muda Global oleh World Economic Forum pada 2001.
Apa yang menjadi persamaan antara Amazon dengan Alibaba atau Jeff Bezos dengan Jack Ma? Amazon dan Alibaba sama-sama dikembangkan pada 1990-an. Sedangkan para pendirinya sama-sama lahir pada 1964. Yang menjadi pertanyaan, apa menariknya? Sepuluh tahun setelah kelahiran Bezos dan Ma, tepatnya 22 Agustus 1974, di Kota Palembang, Sumatera Selatan, lahirlah Agus Tjandra yang amat bermimpi menjadi Jeff Bezos atau Jack Ma-nya Indonesia.
Agus, demikian ia akrab disapa, menghabiskan masa kecil di kota kelahirannya. Ia baru merantau ke ibu kota Jakarta ketika melanjutkan studi ke Universitas Bina Nusantara pada 1993. Karena ingin mempelajari sistem informasi manajemen, ia mengambil jurusan Management Information Systems. Pada 1998, usai dinyatakan lulus dari kampus, ia mengawali kariernya dengan bergabung menjadi staf biasa di perusahaan eksportir seafood.
Di pabrik eksportir seafood tersebut, Agus mendapatkan banyak pelajaran yang berharga. Ia menjadi tahu pengelolaan bisnisnya, mulai dari mencari bahan baku hingga proses pengiriman ke pelanggan di luar negeri. Agus pun dipercaya menjadi overseas marketing untuk melayani pembeli dari Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa dengan posisi terakhir marketing manager.
Tapi, Agus tak bertahan lama. Ia “dibajak” oleh salah satu perusahaan international trading terbesar dari Jepang setahun kemudian untuk mengurusi kantor perwakilan yang baru dibuka di Jakarta. Tentu saja bebannya tak bisa dibilang ringan karena ia bertanggung jawab langsung kepada atasannya yang berasal dari kantor pusat. Selain itu, ia wajib membesarkan perusahaan tersebut yang masih berada di titik nol. Padahal, kala itu Indonesia sedang terpuruk akibat krisis ekonomi yang melanda.
Berbagai tantangan itu justru yang membuat Agus lekas memahami arti bisnis sebenarnya. Ia banyak belajar dari keadaan. Disiplin, selalu berpikir positif, dan terus memikirkan berbagai inovasi merupakan sedikit hal yang ia lakukan tanpa henti demi membesarkan perusahaan. Soal inovasi, misalnya, ia tak pasrah dengan sedikit klien. Ia rela mendatangi perusahaan-perusahaan nasional untuk mengajaknya memasarkan produk-produk mereka ke pasar mancanegara.
Karena itu, setiap bulan ia mengunjungi negara-negara potensial untuk mencari para pembeli produk-produk dari Indonesia. Tidak hanya seafood, ia memperbanyak dengan produk kopi, lada, atau apa saja yang sekiranya laku di pasar internasional. “Sehingga, hampir semua negara sudah pernah saya kunjungi, terutama China dan Hong Kong serta negara-negara di kawasan Eropa,” katanya.
Dan, yang paling berguna bagi penyuka pop mandarin dan jazz itu ialah menjadi mengerti bagaimana proses manajemen rantai pasokan (supply chain management) sebuah barang, mulai dari mencari penjual, menemukan dan melobi pembeli, mengirimkan, sampai mengatur pembayaran, dan lain sebagainya. Ia pun berpengalaman dalam membuka pasar-pasar baru. Pengalaman itulah yang membuat ia berpikir hal-hal baru, termasuk membuka bisnis sendiri.
Pada 2005, karena menyukai refleksi, Agus mencoba peruntungan di bisnis refleksologi. Tidak lama berselang, ia membuka gerai salon kecantikan bernama Salon Anna Wijaya di ITC Permata Hijau, Jakarta Selatan, atas hak waralaba dari Anna Wijaya, temannya. “Pada dasarnya, saya hobi berbisnis. Jadi, apa saja yang sekiranya menguntungkan, akan saya bisniskan,” ungkapnya. Walau sudah membuka bisnis sendiri, bukan berarti Agus telah keluar dari perusahaan international trading Jepang itu.
Agus baru mundur pada 2007 setelah jiwa bisnisnya semakin menggelora. Ia lantas mendirikan PT Agna Prosperindo Abadi, perusahaan penyedia katalog belanja bagi para nasabah perbankan. Prosesnya hampir mirip dengan perusahaan trading bahwa perusahaan tersebut mengimpor barang-barang bermerek asal Jepang, Amerika Serikat, China, Taiwan, dan Hong Kong untuk dipasarkan melalui katalog. Untuk menjalankan bisnisnya, ia menggandeng bank-bank penyedia kartu kredit.
Percaya atau tidak, dalam menjalankan bisnisnya itu, yang nota bener terkait kartu kredit, Agus hanya bermodalkan kartu kredit pula. Ceritanya, ketika menjadi international trader di perusahaan Jepang, ia sering mendapat tawaran kartu kredit. Jika orang lain sibuk menolaknya dengan berbagai alasan, ia malah selalu menerimanya. Bahkan, sampai saat ini memiliki 20 kartu kredit dari berbagai bank yang berbeda.
Berbekal kartu kredit itulah ia berbelanja barang-barang yang memungkinkan untuk dijual kembali melalui katalog. Fokus produknya adalah gadget, aksesori, peralatan rumah tangga, dan produk-produk penopang gaya hidup. Baginya, ada ceruk yang bisa dijadikan peluang bisnis sehingga ia berani melakukan dengan cara itu. “Memang harus berani,” ujarnya. “Mungkin kelebihan saya, saya bisa melihat tren yang akan terjadi di masa depan.”
Sekali waktu, ia mengimpor gelang kesehatan merek Magnvm dan memasarkannya melalui katalog yang ia buat. Tak disangka, permintaannya begitu membludak, bahkan meraih predikat Best Seller dari Bank Internasional Indonesia pada 2008. Atas kesuksesan itu, bank-bank lantas berlomba-lomba mengandeng Agnaprosperindo. Reputasi Agus dan perusahaannya pun semakin kinclong di mata kalangan perbankan. Sampai akhirnya tren belanja online mewabah di Indonesia dan ditangkap Agus dengan membuka toko PasarKredit.com.
Besarnya potensi pasar e-commerce nasional yang semakin tumbuh membuat Agus makin yakin untuk menyeriusi bisnis tersebut. Sayangnya, konsumen nasional terlalu gengsi untuk berbelanja di PasarKredit.com yang mengharuskan Agus mengubah namanya (rebranding) menjadi Lojai.com pada 2010. Lojai diambil dari bahasa Portugis yang bermakna Toko dengan konsep online department store. “Orang Indonesia itu malu kalau disebut barangnya kreditan. Makanya kami harus melakukan rebranding.”
Pasca-rebranding, Lojai.com langsung mendapat sambutan yang meriah dari pengguna internet di Tanah Air. Posisinya pun melesat mendekati Rakuten Belanja Online asal Jepang dan Blibli.com milik keluarga Djarum. Berbeda dari e-commerce lainnya, selain memasarkan lebih dari 100 merek-merek kelas menengah atas seperti Apple, Samsung, dan Sony, bahkan satu-satunya toko online yang dipercaya memasarkan merek St Dupont, Lojai.com menawarkan cicilan hingga 24 bulan dari 14 kartu kredit, baik MasterCard, Visa, maupun lainnya. Padahal, kompetitornya paling banyak hanya memiliki 2-3 pilihan kartu kredit.
Selain itu, kini Lojai.com sedang mempersiapkan diri berekspansi ke kawasan Asia Tenggara, khususnya Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Brunei Darussalam. “Di dalam negeri, saya yakin Lojai.com akan memiliki 9 juta pelanggan selama lima tahun ke depan,” kata Agus. “Dan, kalau memungkinkan, kami akan segera ekspansi ke luar negeri.” Barangkali itulah jalan bagi Agus untuk bisa disebut Jeff Bezos atau Jack Ma-nya Indonesia. “Obsesi saya ingin mencetak sejarah baru di dunia e-commerce Tanah Air,” kata penggemar film kungfu itu.[Bloomberg Businessweek Indonesia]
Read More
10times.com articles Asia eCommerce conference speakers
Agus Tjandra sebagai salah satu top Asia eCommerce conference speakers sebagaimana dikutip dalam 10times.com bersama dengan beberapa speakers terkemuka lainnya.
source : http://10times.com/asia-e-commerce-conference/speakers
Read MoreLojai.com Synergy with Bank BII (no MayBank)
【本报雅加达盾】管理lojai.com购物网的Agnaprosperindo Abadi有限公司,瞄准目前印尼650万个信用卡持有人为主要市场,并在五年内争取到900万个成员作为指标。
Agnasprosperindo Abadi 有限公司首席执行官Agus Tjandra称其购物网络已与14家国内银行与外国银行以及比其他购物网络合作,提供最完整的付款选项。
本周六, 他在雅加达对记者说:“迄今为止,我们是印尼电子商务的首个使用3D安全代号,作为保护机制与交易安全的零售商。”
他称达650万个信用卡持有人是很有潜力的市场基础。尤其是他们大部分是习惯于网上购物的网络用户。
“我们的商业基础与一些家银行合作,利用产品目录开始销售。通过Lojai.com发展网上商业是,除了宽阔的市场成员之外,以信用卡持有人的主要指标的扩展策略。”
阿古斯称迄今成员已扩散在一些地区,但是主要市场仍然是在爪哇的大成市,尤其是雅加达。以后,其公司努力扩大市场到爪哇岛以外,尤其是印度尼西亚东边区域。
“在五年内,我们也将开发在外国市场,尤其是东盟市场国家,包括文莱、越南、泰国与新加坡。”
电子交易观察家Purjono Agus Suhendro称预测2015年印尼电子商业的市场价值比2010年同期3490万美元,增加到1亿8080万美元,
“2010年到2015年网络用户从3960万个大幅增加到1亿4500万个来说,印尼电子市场成为外国投资者窃视的目标。他们甚至收购我国一些网上购物的网络。”
Source : http://www.shangbaoindonesia.com/indonesia-finance/650万个信用卡持有人为其中对象-lojai购物网争取成员900.html
Read MoreBisnis Online Bisa Topang Ekonomi Saat Krisis
Kinerja ekonomi pada triwulan I-2015, yang mengalami perlambatan diperkirakan tidak akan memengaruhi bisnis e-commerce. Bahkan, bisnis model tersebut. saat ini dalam kondisi stabil dan cenderung mengalami peningkatan.
Ini Aturan yang Harus Dicermati Pebisnis Online
JAKARTA, – Pelaku bisnis online alias e-commerce mesti bersiap-siap. Sebab, dalam waktu dekat, Kementerian Perdagangan akan merilis peraturan tentang e-commerce. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Srie Agustina, mengatakan, ada beberapa poin dalam rancangan peraturan menteri perdagangan tentang e-commerce yang harus dipahami oleh pelaku bisnis online.
Pertama, semua situs perdagangan online harus terdaftar. Ke depan, pengusaha online tak bisa lagi melakukan aktivitas jual-beli online secara bebas. Selain itu, pelaku bisnis online juga harus mendeklarasikan etika bisnis yang dimiliki. Tak kalah penting, pengusaha online dilarang mewajibkan konsumen membayar produk yang dikirim tanpa ada kesepakatan terlebih dahulu.
Kedua, pelaku bisnis online juga harus menyusun data dan bukti transaksi dengan benar. Data transaksi ini nantinya bisa digunakan sebagai alat bukti dan memiliki kekuatan hukum.
Ketiga, lantaran perdagangan online bersifat global, Kementerian Perdagangan membolehkan pihak yang nantinya mengalami sengketa perdagangan untuk memilih kaidah hukum perdagangan internasional. Jadi, Srie mengatakan, pihak yang bersengketa tidak harus menyelesaikan sengketa menurut hukum perdagangan Indonesia. Cuma, sebagai bentuk perlindungan konsumen, situs perdagangan dari dalam negeri maupun luar negeri diwajibkan mematuhi hukum perlindungan konsumen yang ada di Indonesia.
Keempat, meski transksi dalam bisnis online bersifat digital, Srie mengatakan, kontrak perdagangan dalam transaksi elektronik harus tetap memasukkan keterangan terkait identitas, spesifikasi barang, legalitas barang, nilai transaksi, persyaratan dan waktu pembayaran, prosedur pengembalian, dan prosedur pengiriman barang. Situs e-commerce luar maupun dalam negeri juga diwajibkan membuat kontrak perdagangan online ini dalam bahasa Indonesia. Kontrak ini harus disimpan dalam kurun waktu tertentu dan boleh menggunakan tanda tangan elektronik sebagai pelengkap kontrak.
Kelima, situs perdagangan online juga harus memiliki trustmark. Dengan adanya trustmark internasional, konsumen akan merasa lebih aman saat berbelanja di situs tersebut.
Keenam, Kementerian Perdagangan akan menerbitkan daftar hitam alias blacklist bagi situs perdagangan online yang melanggar aturan berdasarkan laporan yang masuk ke Kementerian Perdagangan. Dengan begitu, konsumen akan merasa lebih aman saat berbelanja secara online. “Situs – situs yang telah diaudit nanti disusun berdasarkan yang sudah mendaftar, yang sudah memiliki trustmark dan situs yang di-blacklist,” kata Srie.
Jangan terlalu ketat
Wakil Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Agus Tjandra, menyarankan, regulasi e-commerce di Indonesia sebaiknya tidak dibuat terlalu ketat. Menurut Agus, Indonesia bisa belajar dari Tiongkok dan Amerika Serikat. Di kedua negara itu, perdagangan online pada tahun 1992 juga mengalami banyak kasus criminal. Namun, otoritas di kedua negara itu bisa menangani dengan baik.
Menurut Agus, tanpa perlu membuat peraturan ketat yang membatasi pertumbuhan e-commerce, Amerika dan Tiongkok malah memberlakukan sanksi tegas bagi pelaku kriminal dengan motif transaksi online. Pelaku kejahatan tersebut memperoleh publikasi besar-besaran sehingga bisa mengontrol pelaku e-commerce lain yang ingin mencoba melakukan tindak kriminal. Saat ini, hampir 40% dari industri perdagangan di Amerika dilakukan melalui online.
Sementara, sebagian besar transaski perdagangan online di Indonesia didominasi pelaku industri travel dan hotel. Sehingga, menurut Agus, tidak tepat jika Kementerian Perdagangan memberikan persyaratan ketat. Dikhawatirkan, para pelaku usaha kecil yang mencoba mengembangkan bisnisnya secara online akan terhambat. “Untuk fase sekarang, sebaiknya tidak bikin peraturan dulu karena bisa mengakibatkan industry e-commerce tidak tumbuh,” kata Agus.
Di Indonesia, total total transaksi e-commerce terbilang besar. Pada tahun 2013, total transaksi online mencapai 5 miliar dollar AS. Diperkirakan, pada tahun 2016, total transaksi e- commerce bakal mencapai 28 miliar dollar AS.
source: https://ekonomi.kompas.com/read/2014/08/22/203200426/Ini.Aturan.yang.Harus.Dicermati.Pebisnis.Online
Read MoreidEA: Bisnis Online Wajib Pakai Domain Indonesia
JAKARTA – Pemerintah didesak membuat aturan mewajibkan e-commerce (bisnis online) untuk menggunakan domain Indonesia (dot co dot id).
Wakil Ketua Umum idEA (Asosiasi E-commerce Indonesia) Agus Tjandra menuturkan, hal ini untuk mencegah tindakan para pebisnis online asing yang mengemplang pajak.
Menurutnya, masalah utama dalam bisnis online adalah sulitnya mendeteksi legalitas dari perusahaan tersebut.
“Makanya pemerintah untuk masalah ini (pengemplang pajak) sulit kita ketahui, karena online ada di dalam dan luar negeri. Makanya kalau tidak ada dot co dot id, harus dilacak habis. Karena dengan adanya itu, secara 100% sudah harus ada badan usaha,” ujarnya kepada Sindonews, Senin (10/11/2014).
Menurutnya, satu-satunya jalan adalah pemerintah membuat aturan tersebut. Sehingga, situs e-commerce yang tidak memiliki domain tersebut langsung diblokir.
“Jadi begini, kalau dot com dari mana saja itu seluruh dunia. Jadi tanpa ada legalitas bisa beli domain dot com. Kalau dot co dot id itu untuk apply harus ada badan usaha. Kalau tidak ada, dia tidak akan mendapatkan domain dot co co id,” jelasnya.
Agus menjelaskan, e-commerce merupakan bisnis yang tanpa batas (borderless). Sehingga Sulit untuk memproteksi para pebisnis dunia maya tersebut.
“Namun, jika pemerintah terbitkan peraturan untuk e-commerce “komersil” dia harus ada dot co dot id-nya. Itu salah satu untuk proteksi. Sehingga dia bisa bayar pajak. Itu paling kuat,” pungkas dia.
Read More